( Kearifan Lokal ) Tradisi Makan Berhidang 'Ngobeng' Kunci Persatuan Masyarakat Palembang

Nama                           : Indah Novanti
Nim                             : 1730701115
Kelas                           : Ilmu Komunikasi C 2017
Tugas Mata Kuliah      : Kearifan Lokal Masyarakat Melayu

( Kearifan Lokal )
Tradisi Makan Berhidang 'Ngobeng' Kunci Persatuan Masyarakat Palembang

Ngobeng adalah tradisi menghidangkan makanan dalam kegiatan adat Palembang seperti dalam acara pernikahan, khitanan, syukuran, dan perayaan hari-hari keagamaan. Tradisi ini diperkirakan dimulai pada era Kesultanan Palembang Darussalam dan merupakan tradisi Islam yang telah terasimilasi dengan budaya lokal, yakni makan bersama menggunakan tangan secara langsung sambil duduk bersila sesuai sunnah Nabi Muhammad. Hidangan yang disajikan dalam ngobeng disusun berdiri secara shaf yang kemudian dibagikan secara bergantian ke tempat makan pada acara yang bersangkutan. Cara ini memiliki tujuan yaitu mempercepat kedatangan makanan di tempat acara dan meringankan beban pembawa makanan. Satu hidangan dalam ngobeng ditujukan bagi delapan orang agar hadirin tetap dapat menjangkau sajian yang telah dihidangkan penyelenggara acara.
Sajian makanan dalam ngobeng berupa iwak (lauk), pulur (sayur, sambal, dan buah-buahan), serta nasi putih atau nasi minyak yang dihidangkan di dalam dulang yang diletakkan di tengah-tengah hidangan. Tradisi ngobeng sudah mulai jarang dilakukan dan masyarakat Palembang, terutama muda-mudinya, tidak begitu mengenal tradisi ini karena penyajian makanan dalam berbagai acara di Palembang semakin tergantikan dengan metode prasmanan. Sejarah dan budaya yang melekat pada Kota Palembang memang sangat kental dengan tradisi Kesultanan Darussalam. Salah satu budaya tersebut adalah ngobeng-ngidang. Secara umum, budaya ngobeng-ngidang adalah aktivitas tata cara penyajian makanan di acara sedekahan (kendurian) dan pernikahan. Dilakukan dengan duduk lesehan, lalu membagi setiap hidangan hanya untuk delapan orang.
Kota Palembang sebagai leluhur dari budaya Melayu, masih berkaitan erat dengan tradisi menyajikan makanan dengan menggelar selembar kain di bawah sajian menu makanan yang di hidangkan, seperti tempat nasi berupa nampan ditempatkan pada bagian tengah. Dalam budaya ngobeng-ngidang, menu yang disajikan adalah makanan khas asli Palembang, seperti daging malbi, nasi kuning, sambal nanas, ayam kecap, sayur dan beberapa makanan lainnya. Selain itu beberapa lauk pauk yakni opor ayam, kemudian "pulur”, yang terdiri dari buah-buahan dan acar. Bila ngidang merupakan menyajikan makanan di atas kain, ngobeng adalah petugas khusus untuk membantu tamu, seperti menolong membawa ceret air dengan wadah sisa air bilasan setelah tamu selesai mencuci tangan. Menariknya lagi, dalam budaya ngobeng-ngidang ini ada syarat penataan makanan yang dilakukan secara silang, yakni lauk pauk harus berdampingan dengan pulur. Agar ada tata kerama para tamu saat bersantap terjaga. Ngobeng sendiri dilakukan dengan cara bersusun berdiri secara shaf, dengan mengoper makanan/hidangan ke tempat makan. Maksudnya dari satu orang ke orang berikutnya, Tujuannya agar makanan cepat sampai ke tempat yang disediakan dan beban orang yang mengangkat makanan akan lebih ringan. Begitu makanan sudah dihidangkan, masyarakat duduk secara lesehan dan melingkar.

 Ngobeng-Ngidang, Tradisi Kesultanan Darussalam Jadi Budaya Palembang

            Tradisi Ngobeng merupakan hasil dari asimilasi tradisi Islam dengan
kebudayaan lokal yakni makan bersama menggunakan tangan secara langsung sambil
duduk bersila sesuai yang disunnahkan Nabi Muhammad SAW. Ngobeng merupakan
tradisi kental masyarakat Palembang.

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Tradisi Ngobeng
Nilai-nilai tersebut antara lain             :
  1. Kebersamaan
Nilai kebersamaan ini bisa dilihat dari hadirnya para tamu dengan melakukan makan bersama dalam satu hidangan, dengan satu nampan nasi untuk di makan bersama, beserta lauk pauknya. Kebersamaan ini bertujuan untuk memperkokoh jalinan silaturahmi antar tamu dan sang punya hajat. Para tamu saling berinteraksi satu sama lain pada saat makan bersama, sambil bercengkrama (berkelakar),memulai makan dengan bersama-sama dan tidak meninggalkan hidangan sebelumsemua tamu yang makan dalam hidangan tersebut selesai semua.
  1. Menumbuhkan keinginan untuk saling bantu membantu (gotong-royong)
Dalam proses penyajian, obengan atau hidangan disajikan dengan cara dioper dari satu orangke orang lainnya dengan menggunakan dulang. Orang yang bertugas mengoper obengan tersebut harus berdiri bersusun sehingga makanan tersebut bisa segera sampai ke tempat makan acara sedekahan. Dari kegiatan ini tercermin nilai gotong royong yang ditumbuhkan masyarakat untuk terselenggaranya kegiatanngobeng tersebut.
  1. Penghormatan terhadap tamu (Hormat menghormati)
Secara umum kegiatan ngobeng ini adalah sebagai upaya untuk menghormati tamu yang telah hadir dalam acara sedekahan tersebut. Hal ini dapat terlihat mulai. Proses pengidangan makanan, menuangkan air untuk mencuci tangan, dan memberikan makanan serta layanan terbaik pada tamu yang hadir. Kegiatan memuliakan tamu ini tentunya relevan dengan ajaran yang telah disyariatkan dalam agam Islam. Dalam tradisi ngobeng juga biasanya selalu mendahulukan hidangan untuk yang lebih tua usianya atau tingkat strata sosialnya lebih tinggi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghormati tamu yang lebih tua usianya atau tingkat strata sosialnya lebih tinggi.



Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. hlm. 37–38.

Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, Vol. 19 No. 2, 2019 |39 Nilai Kearifan Lokal Dalam TradisiNGOBENG”; Di Desa Seri Bandung  Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir ,Fitriah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang

https://sumsel.idntimes.com/travel/journal/feny-agustin/ngobeng-ngidang-tradisi-kesultanan-darussalam-jadi-budaya-palembang

https://palembang.tribunnews.com/2018/10/31/tradisi-makan-berhidang-ngobeng-kunci-persatuan-masyarakat-palembang


Komentar